Selasa, 06 Desember 2011

PENDAHULUAN KARANG TARUNA

Karang Taruna untuk pertama kalinya lahir pada tanggal 26 September 1960 di Kampung Melayu, Jakarta. Dalam perjalanan sejarahnya, Karang Taruna telah melakukan berbagai kegiatan, sebagai upaya untuk turut menanggulangi masalah-masalah Kesejahteraan Sosial terutama yang dihadapi generasi muda dilingkungannya, sesuai dengan kondisi daerah dan tingkat kemampuan masing-masing.

Pada mulanya, kegiatan Karang Taruna hanya sebatas pengisian waktu luang yang positif seperti rekreasi, olah raga, kesenian, kepanduan (pramuka), pendidikan keagamaan (pengajian) dan lain-lain bagi anak yatim, putus sekolah, tidak sekolah, yang berkeliaran dan main kartu serta anak-anak yang terjerumus dalam minuman keras dan narkoba. Dalam perjalanan sejarahnya, dari waktu ke waktu kegiatan Karang Taruna telah mengalami perkembangan sampai pada sektor Usaha Ekonomis Produktif (UEP) yang membantu membuka lapangan kerja/usaha bagi pengangguran dan remaja putus sekolah.

Pada masa Pemerintahan Orde Baru, nama Karang Taruna hanya diperuntukkan bagi kepengurusan tingkat Desa/Kelurahan serta Unit/Sub Unit saja (tingkat RT/RW). Sedangkan kepengurusan tingkat Kecamatan sampai Nasional menggunakan sebutan Forum Komunikasi Karang Taruna (FKKT), hal tersebut diatur dalam Kepmensos No 11/HUK/1988. Krisis Moneter yang melanda bangsa ini tahun 1997 turut memberikan dampak bagi menurunnya dan bahkan terhentinya aktivitas sebagian besar Karang Taruna. Saat dilaksanakan Temu Karya Nasional (TKN) IV tahun 2001 di Medan, disepakatilah perubahan nama menjadi Karang Taruna Indonesia (KTI). Oleh karena masih banyaknya perbedaan persepsi tentang Karang Taruna maka pada TKN V 2005 yang diselenggarakan di Banten tanggal 10-12 April 2005, Namanya dikembalikan menjadi Karang Taruna. Ketetapan ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna. Dengan dikeluarkannya Permensos ini diharapkan tidak lagi terjadi perbedaan penafsiran tentang Karang Taruna, dalam arti bahwa pemahaman tentang Karang Taruna mengacu kepada Peraturan Menteri Sosial tersebut.

Keberadaan Karang Taruna dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama ini, bertumpu pada landasan hukum yang dimiliki, yang terus diperbaharui sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masalah kesejahteraan sosial serta sistem pemerintahan yang terjadi. Sampai saat ini, landasan hukum yang dimiliki Karang Taruna adalah Keputusan Menteri Sosial RI No. 13/HUK/KEP/l/1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna, Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN yang menempatkan Karang Taruna sebagai wadah Pembinaan Generasi Muda, serta Keputusan Menteri Sosial RI No. 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.

STRUKTUR PENGURUS KARANG TARUNA PANJI LARAS TULUNGAGUNG

KEANGGOTAAN

Anggota Karang Taruna terdiri dari Anggota Pasif dan Anggota Aktif:
  1. Anggota Pasif adalah keanggotaan yang bersifat stelsel pasif (Keanggotaan otomatis), yakni seluruh remaja dan pemuda yang berusia 11 s/d 45 tahun;
  2. Anggota Aktif adalah keanggotaan yang bersifat kader, berusia 11 s/d 45 tahun dan selalu aktif mengikuti kegiatan Karang Taruna.

KEPENGURUSAN

Kriteria Pengurus

Secara umum, untuk menjadi pengurus Karang Taruna seseorang harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945;
  3. Berdomisili di wilayah tingkatannya yang dibuktikan dengan identitas resmi;
  4. Memiliki kondisi jasmani dan rohani yang sehat;
  5. Bertanggung jawab, berakhlak baik, dan mampu bekerja dengan timnya maupun dengan berbagai pihak;
  6. Berusia minimal 17 tahun dan maksimal 45 tahun;
  7. Mengetahui dan memahami aspek keorganisasian serta ke-Karang Taruna-an;
  8. Peduli terhadap lingkungan masyarakatnya;
  9. Berpendidikan minimal SLTA/sederajat untuk kepengurusan tingkat Kabupaten/Kota hingga nasional, minimal SLTP/sederajat untuk kepengurusan tingkat kecamatan, dan minimal lulusan SD/sederajat untuk tingkat Desa/Kelurahan atau komunitas sosial sederajat.
Pengurus Kecamatan

Pengurus Karang Taruna tingkat Kecamatan dipilih dan disahkan dalam Temu Karya Kecamatan. Pengurus Karang Taruna tingkat Kecamatan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Camat dan dilantik oleh Camat setempat. Pengurus Karang Taruna tingkat Kecamatan selanjutnya berfungsi sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna diwilayahnya. Karang Taruna tingkat kecamatan memiliki pengurusan minimal 25 Orang, masa bhakti 5 (Lima) Tahun dengan struktur sekurang‑kurangnya terdiri dari:
  1. Ketua;
  2. Wakil Ketua 1;
  3. Wakil Ketua 2;
  4. Sekretaris;
  5. Wakil Sekretaris 1;
  6. Wakil Sekretaris 2;
  7. Bendahara;
  8. Wakil Bendahara 1;
  9. Wakil Bendahara 2;
  10. Bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia;
  11. Bagian Usaha Kesejahteraan Sosial;
  12. Bagian Pengembangan Ekonomi Skala Kecil dan Koperasi;
  13. Bagian Pengembangan Kegiatan Kerohanian dan Pembinaan Mental;
  14. Bagian Pengembangan Kegiatan Olahraga dan Seni Budaya;
  15. Bagian Lingkungan Hidup dan Pariwisata;
  16. Bagian Hukum, Advokasi dan HAM;
  17. Bagian Organisasi dan Pengembangan Hubungan Kerjasama Kemitraan;
  18. Bagian Hubungan Masyarakat, Publikasi dan Pengembangan Komunikasi;

Pengurus Desa/Kelurahan

Pengurus Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan dipilih dan disahkan dalam Temu Karya Desa/Kelurahan. Pengurus Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa/Lurah dan dilantik oleh Kepala Desa/Lurah setempat. Pengurus Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan selanjutnya berfungsi sebagai Pelaksana Organisasi dalam diwilayahnya. Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan atau komunitas sosial yang sederajat memiliki Pengurus minimal 35 Orang, masa bhakti 3 (Tiga) Tahun dengan struktur sekurang‑kurangnya terdiri dari:
  1. Ketua;
  2. Wakil Ketua;
  3. Sekretrais;
  4. Wakil Sekretaris;
  5. Bendahara;
  6. Wakil Bendahara;
  7. Seksi Pendidikan dan Pelatihan;
  8. Seksi Usaha Kesejahteraan Sosial;
  9. Seksi Kelompok Usaha Bersama;
  10. Seksi Kerohanian dan Pembinaan Mental;
  11. Seksi Olahraga dan Seni Budaya;
  12. Seksi Lingkungan Hidup;
  13. Seksi Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Kemitraan.

TUJUAN KARANG TARUNA PANJI LARAS TULUNGAGUNG

Tujuan Karang Taruna adalah :

  1. Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga Karang Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah sosial.
  2. Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan berkepribadian serta berpengetahuan.
  3. Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga Karang Taruna.
  4. Termotivasinya setiap generasi muda Karang Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi perekat persatuan dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  5. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
  6. Terwujudnya kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang memungkinkan pelaksanaan fungsi sosialnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
  7. Terwujudnya pembangunan kesejahteraan sosial generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan oleh Karang Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.

Tugas Pokok Karang Taruna adalah:

Secara bersama‑sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.


Fungsi Karang Taruna adalah :

  1. Penyelenggara Usaha Kesejahteraan Sosial.
  2. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi masyarakat.
  3. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda secara komprehensif, terpacu dan terarah serta berkesinambungan.
  4. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda di lingkungannya.
  5. Penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda.
  6. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik lndonesia.
  7. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya.
  8. Penyelenggara rujukan, pendampingan, dan advokasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
  9. Penguatan sistem jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
  10. Penyelenggara Usaha‑usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.

Pengertian KARANG TARUNA

Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/ kelurahan dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Rumusan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Karang Taruna adalah suatu organisasi sosial, perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS).
  2. Sebagai wadah pengembangan generasi muda, Karang Taruna merupakan tempat diselenggarakannya berbagai upaya atau kegiatan untuk meningkatkan dan mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan karya generasi muda dalam rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM).
  3. Karang Taruna tumbuh dan berkembang atas dasar adanya kesadaran terhadap keadaan dan permasalahan di lingkungannya serta adanya tanggung jawab sosial untuk turut berusaha menanganinya. Kesadaran dan tanggung jawab sosial tersebut merupakan modal dasar tumbuh dan berkembangnya Karang Taruna.
  4. Karang Taruna tumbuh dan berkembang dari generasi muda, diurus atau dikelola oleh generasi muda dan untuk kepentingan generasi muda dan masyarakat di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat. Karenanya setiap desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dapat menumbuhkan dan mengembangkan Karang Tarunanya sendiri.
  5. Gerakannya di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial berarti bahwa semua upaya program dan kegiatan yang diselenggarakan Karang Taruna ditujukan guna mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama generasi mudanya.

Sejarah Karang Taruna

Sejarah Karang Taruna

Karang Taruna lahir pada tanggal 26 September 1969 di Kampung Melayu Jakarta, melalui proses Experimental Project Karang Taruna, kerjasama masyarakat Kampung Melayu/ Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAY) dengan Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial. Pembentukan Karang Taruna dilatar belakangi oleh banyaknya anak-anak yang menyandang masalah sosial antara lain seperti anak yatim, putus sekolah, mencari nafkah membantu orang tua dsb. Masalah tersebut tidak terlepas dari kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat kala itu.

MASA KELAHIRANNYA S/D DIMULAINYA PELITA (1960 – 1969)

Tahun 1960–1969 adalah saat awal dimana Bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan disegala bidang. Instansi-Instansi Sosial di DKI Jakarta (Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial) berupaya menumbuhkan Karang Taruna–Karang Taruna baru di kelurahan melalui kegiatan penyuluhan sosial. Pertumbuhan Karang Taruna saat itu terbilang sangat lambat, tahun 1969 baru terbentuk 12 Karang Taruna, hal ini disebabkan peristiwa G 30 S/PKI sehingga pemerintah memprioritaskan berkonsentrasi untuk mewujudkan stabilitas nasional.

DIMULAINYA PELITA HINGGA MASUK GBHN (1969 – 1983)

Salah satu pihak yang berjasa mengembangkan Karang Taruna adalah Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin (1966-1977). Pada saat menjabat Gubernur, Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi bagi tiap Karang Taruna dan membantu pembangunan Sasana Krida Karang Taruna (SKKT). Selain itu Ali Sadikin juga menginstruksikan Walikota, Camat, Lurah dan Dinas Sosial untuk memfungsikan Karang Taruna.

Tahun 1970 Karang Taruna DKI membentuk Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT) Kecamatan sebagai sarana komunikasi antar Karang Taruna Kelurahan. Sejak itu perkembangan Karang Taruna mulai terlihat marak, pada Tahun 1975 dilangsungkanlah Musyawarah Kerja Karang Taruna, dan pada moment tersebut Lagu Mars Karang Taruna ciptaan Gunadi Said untuk pertama kalinya dikumandangkan.

Tahun 1980 dilangsungkan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Karang Taruna di Malang, Jawa Timur. Dan sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 1981 Menteri Sosial mengeluarkan Keputusan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna dengan Surat Keputusan Nomor. 13/HUK/KEP/I/1981 sehingga Karang Taruna mempunyai landasan hukum yang kuat.

Tahun 1982 Lambang Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI nomor.65/HUK/KEP/XII/1982, sebagai tindak lanjut hasil Mukernas di Garut tahun 1981. Dalam lambang tercantum tulisan Aditya Karya Mahatva Yodha (artinya: Pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil)

Pada tahun 1983 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang didalamnya menempatkan Karang Taruna sebagai wadah pengembangan generasi muda.

MASUK GBHN SAMPAI TERJADINYA KRISIS
  • Tahun 1984 terbentuknya Direktorat Bina Karang Taruna;
  • Tahun 1984-1987 sejumlah pengurus/aktivis Karang Taruna mengikuti Program Nakasone menyongsong abad 21 ke Jepang dalam rangka menambah dan memperluas wawasan;
  • Tahun 1985 Menteri Sosial menyatakan sebagai Tahun Penumbuhan Karang Taruna, sedangkan tahun 1987 sebagai Tahun KualitasKarang Taruna;
  • Karang Taruna Teladan Tahun 1988 berhasil merumuskan: Pola Gerakan Keluarga Berencana Oleh Karang Taruna;
  • Tahun 1988 Pedoman Dasar Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI no. 11/HUK/1988;
  • Kegiatan Studi Karya Bhakti, Pekan Bhakti dan Porseni Karang Taruna merupakan kegiatan dalam rangka mempererat hubungan antar Karang Taruna dari sejumlah daerah;
  • Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) sebagai sarana tempat Karang Taruna berlatih dibidang-bidang pertanian dan peternakan.
  • Bulan Bhakti Karang Taruna (BBKT) biasanya diselenggarakan dalam rangka ulang tahun Karang Taruna. Merupakan forum kegiatan bersama antar Karang Taruna dari sejumlah daerah bersama masyarakat setempat, kegiatannya berupa karya bhakti/pengabdian masyarakat;
  • Tahun 1996 bekerjasama dengan Depnaker diberangkatkan 159 tenaga dari Karang Taruna untuk magang kerja ke Jepang antara 1 s/d 3 tahun, dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang usaha;
  • Pelibatan Karang Taruna dalam kesehatan reproduksi remaja diadakan agar Karang Taruna dapat berperan sebagai wahana Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi remaja warga karang Taruna;

KARANG TARUNA DALAM SITUASI KRISIS (1997 – 2004)

Krisis moneter yang terjadi tahun 1997 berkembang menjadi krisis ekonomi, yang dengan cepat menjadi krisis multidimensi. Imbas dari krisis tersebut tak urung juga berdampak pada lambannya perkembangan Karang Taruna. Puncaknya pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Sosial, Karang Taruna pada umumnya mengalami stagnasi, bahkan mati suri. Konsolidasi organisasi terganggu ,aktivitas terhambat dan menurun bahkan cenderung terhenti. Hal tersebut menyebabkan Klasifikasi Karang Taruna menurun walaupun masih ada Karang Taruna yang tetap eksis.


PERKEMBANGAN KARANG TARUNA TAHUN 2005 HINGGA SEKARANG

Banten merupakan salah satu Provinsi yang ikut menorehkan sejarah ke-Karang Taruna-an. Pada tanggal 9-12 April 2005 digelar Temu Karya Nasional V Karang Taruna Indonesia (TKN V KTI) di Propinsi Banten. Beberapa hal yang dihasilkan pada TKN V tersebut antara lain:
  • Pemilihan Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) periode 2005 – 2010;
  • Perubahan nama KTI menjadi Karang Taruna;
  • Merekomendasikan Pedoman Dasar Karang Taruna yang baru yang akan ditetapkan oleh MENSOS RI.
Pada tanggal 29 Juni - 1 Juli 2005 diselenggaran Rapat Kerja Nasional Karang Taruna (Rakernas Karang Taruna) di Jakarta dalam rangka menyusun program kerja. Pada tahun yang sama, Menteri Sosial mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna (pengganti Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/1988), sebagai tindak lanjut rekomendasi Temu Karya Nasional V di Banten. dan pada tanggal 23 – 27 September 2005 diselenggarakan BBKT dan SKBKT di Propinsi DIY dengan peserta lebih kurang 3.000 orang terdiri dari anggota dan pengurus Karang Taruna dari seluruh wilayah Indonesia.

Pengakuan dan Perhatian para penentu kebijakan di negeri ini terhadap keberadaan Karang Taruna dibuktikan dengan masuknya nama Karang Taruna dalam beberapa regulasi atau perundang-undangan. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, PP No. 72 & 73 tentang Desa dan Kelurahan serta UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah beberapa produk hukum yang didalamnya menempatkan Karang Taruna dengan segala peran dan fungsinya.
Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat. Antara lain terkenallah temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama. Namun rasanya lebih tepat untuk melihat Pancasila sebagai obyek kajian filsafat politik, yang berbicara mengenai kehidupan bersama manusia menurut pertimbangan epistemologis yang bertolak dari urut-urutan pemahaman ("ordo cognoscendi"), dan bukan bertolak dari urut-urutan logis ("ordo essendi") yang menempatkan Allah sebagai prioritas utama.

Pancasila sebagai falsafah kategori pertama adalah perwujudan bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam penggambaran diatas kertas, dan Pancasila sebagai falsafah kategori yang kedua adalah adanya lokasi serta tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk merealisasikan bangunan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai falsafah yang dimaksudkan adalah tiap sila didalamnya yang (oleh karena perkembangan sejarah) selain masih tetap berfungsi sebagai landasan ideologis, iapun telah memperoleh nilai-nilai falsafi didalam dirinya, yang dapat kita masukkan kedalamnya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.

Menurut Hardono Hadi, jika Pancasila menjadi obyek kajian filsafat, maka harus ditegaskan lebih dahulu apakah dalam filsafat Pancasila itu dibicarakan filsafat tentang Pancasila (yaitu hakekat Pancasila) atau filsafat yang terdapat dalam Pancasila (yaitu muatan filsafatnya). Mengenai hal ini evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics" = pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah.

Sesungguhnya dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" terdapat isyarat utama untuk mendapatkan informasi tentang arti Pancasila, dan kunci bagi kegiatan merumuskan muatan filsafat yang terdapat dalam Pancasila. Dalam konteks itu dapatlah diidentifikasikan mana yang bernilai universifal dan mana yang bersifat lokal = ciri khas bangsa Indonesia.

Tugas. "Bhinneka Tunggal Ika" secara harafiah identik dengan "E Pluribus Unum" pada lambang negara Amerika Serikat. Demikian pula dokumen Pembukaan UUD 1945 memiliki bobot sama dengan "Declaration of Independence" negara tersebut. Buatlah suatu analisis mengenai perbedaan muatan dalam kedua teks itu.
Suatu kajian atas Pancasila dalam kacamata filsafat tentang manusia menurut aliran eksistensialisme disumbangkan oleh N Driyarkara. Menurut Driyarkara, keberadaan manusia senantiasa bersifat ada-bersama manusia lain. Oleh karena itu rumusan filsafat dari Pancasila adalah sebagai berikut:

Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dalam-ikatan-cintakasih ("liebendes Miteinadersein") dengan sesamaku. Perwudjudan sikap cintakasih dengan sesama manusia itu disebut "Perikemanusiaan yang adil dan beradab".

Perikemanusiaan itu harus kujalankan dalam bersama-sama menciptakan, memiliki dan menggunakan barang-barang yang berguna sebagai syarat-syarat, alat-alat dan perlengkapan hidup. Penjelmaan dari perikemanusiaan ini disebut "keadilan sosial".

Perikemanusiaan itu harus kulakukan juga dalam memasyarakat. Memasyarakat berarti mengadakan kesatuan karya dan agar kesatuan karya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari perikemanusiaan, setiap anggauta harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya. Itulah demokrasi = "kerakyatan yang dipimpin …".

Perikemanusiaan itu harus juga kulakukan dalam hubunganku dengan sesamaku yang oleh perjalanan sejarah, keadaan tempat, keturunan, kebudayaan dan adat istiadat, telah menjadikan aku manusia konkrit dalam perasaan, semangat dan cara berfikir. Itulah sila kebangsaan atau "persatuan Indonesia".

Selanjutnya aku meyakini bahwa adaku itu ada-bersama, ada-terhubung, serba-tersokong, serba tergantung. Adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatanku sendiri. Adaku bukan sumber dari adaku. Yang menjadi sumber adaku hanyalah Ada-Yang-Mutlak, Sang Maha Ada, Pribadi (Dhat) yang mahasempurna, Tuhan yang Maha Esa. Itulah dasar bagi sila pertama: "Ketuhanan yang Maha Esa".


Pendidikan Pancasila
A. Dasar Pemikiran Pendidikan Pancasila
Era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian juga bangsa Indonesia pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun dari dalam negeri.
Kesemuanya di atas memerlukan kemampuan warga Negara yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. 


B. Landasan Pendidikan Pancasila
1. Landasan Historis
Di dalam kehidupan bangsa Indonesia tersebut prinsip hidup yang tersimpul di dalam pandangan hidup atau fisafat hidup bangsa (jati diri) yang oleh para pendiri bangsa/Negara dirumuskan dalam rumusan sederhana namun mendalam yang meliputi lima prnsip, yaitu Pancasila.
2. Landasan Kultural
Bangsa Indonesia memiliki kepribadian tersendiri yang tercermin di dalam nilai-nilai budaya yang telah lama ada. Nilai-nilai budaya sebagai nilai dasar berkehidupan berbangsa dan bernegara dirumuskan dalam Pancasila.
3. Landasan Yuridis
Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, Keputusan Dirjen Dikti Nomor 265 Tahun 2000 mengatur tentang perlunya mata kuliah Pendidikan Pancasila.
4. Landasan Folosofis
Nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat Negara, maka dalam aspek penyelenggaraannya Negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk system perundang-perundangan di Indonesia. 
3. Tujuan Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung kerakyatan yang mengutamakan upaya mewujudkan suatu keadlan social dalam masyarakat. 

Kajian Ilmiah-Filsafati Pendidikan Pancasila

1. Pendekatan Ilmiah-filsafati dalam Pendidikan Pancasila
Pendekatan ilmiah mengandaikan adanya disiplin ilmu sebagai landasannya. 

2. Macam-macam Ilmu Pengetahuan
a. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
- Ilmu-ilmu alam (Natural Sciences)
- Ilmu-ilmu sosial (Social Sciences)
- Ilmu-ilmu kemanusiaan/humaniora (The Humanities)

b. Filsafat sebagai Ilmu Kritis
"Filsafat adalah ciri berpikir manusia yang bersifat radikal, sistematis dan universal." 

Sidi Gazalba (1974)
Filsafat berciri radikal karena hal yang dibicarakan diupayakan tuntas ke akar permasalahan sampai kepada hakekatnya. Filsafat berciri sistematis artinya berpikir secara logis selangkah demi selangkah dan menunjukkan hu dandamenunjukan hubungan yang utuh dan saling berkaitan satu sama lain. Filsafat berciri universal dimaksudkan karena filsafat memandang persoalan secara umum, menyeluruh, tidak terikat ruang dan waktu.

Objek kajian dalam filsafat :
# Alam (Kosmologi)
# Manusia (Filsafat manusia, Filsafat social-politik Filsafat moral (etika), Filsafat Kebudayaan)
# Tuhan (Filsafat ketuhanan)

c. Ilmu Pengetahuan Empiris
Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga sesuatu itu dapat dikatakan sebagai suatu imu. Poedjawijaya menyebutnya sebagai syarat ilmiah (Kaelan, 1998), yaitu :
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat Universal

SEJARAH PANCASILA
1. Masa Kerajaan
Sejarah Indonesia selalu menyebut bahwa ada dua kerajaan besar yang melambangkan kemegahan dan kejayaan Indonesia Masa Purba, yaitu Sriwijaya dan Majapahit.

2. Masa Penjajahan dan Perlawanan terhadap Penjajahan
Pada mulanya para imperialis hanya ingin mencari bahan mentah untuk industri. Namun, imperialisme ini akhirnya menimbulkan "Politik Penghisapan" daerah jajahan sehingga menimbulkan pemberontakan penduduk pribumi. 

3. Kebangkitan Nasional
Perkembangan pendidikan di Indonesia sebagai akibat dari politik etis telah menimbulkan perubahan besar bagi sebagian rakyat Indonesia atau lebih tepatnya mengarah pada kesadaran nasional.

4. Sumpah Pemuda
Pada kongres II 26 – 28 Oktober 1928 PPPI telah memperoleh pengakuan yang bulat untuk semua golongan, yaitu keinsyafan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa sebagai cermin tertanamnya Indonesia bersatu ("Sumpah Pemuda").

5. Penjajahan Jepang
Setelah berhasil mengambil alih kedudukan Belanda (KNIL) dimulailah kekuasaan Jepang di Indonesia, mereka masuk ke Indonesia dengan propaganda yang biasa disebut "3A".
Sidang Pertama BPUPKI (28 Mei – 1 Juni 1945)
* Isi Pidato Mr.Muh.Yamin, berisi rancangan dasar Negara, yaitu :
1. Peri kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
* Isi Pidato Mr.Soepomo, berisi aliran pikiran tentang Negara, yaitu :
1. Aliran Pikiran Perseorangan (Individualis)
2. Aliran Teori Golongan (Class Theory)
3. Aliran Teori Integralistik
* Isi Pidato Ir.Soekarno, berisi dasar Indonesia merdeka, yaitu :
1. Kebangsaan (Nasionalisme)
2. Kemanusiaan (Internasionalisme)
3. Musyawarah, mufakat, perwakilan
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
* Sidang Kedua BPUPKI (10 – 16 Juli 1945)
Ir.Soekarno diminta menjelaskan tentang kesepakatan tanggal 22 Juni 1945 (Piagam Jakarta). Selanjutnya dibicarakan materi tentang undang-undang dasar dan penjelasannya, serta susunan pemerintahan Negara oleh Mr. Soepomo. 

6. Pembentukan PPKI dan Proklamasi Kemerdekaan
Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk PPKI yang pada awalnya merupakan bentukan Jepang.
a. Proklamasi Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
b. Sidang Pertama PPKI
Agenda acara sidang ini adalah pengesahan Undang-Undang Dasar Negara RI, pengangkatan presiden dan wakil presiden dan pembentukan KNIP. 

PEMBUKAAN UUD 1945

1. Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945
Secara yuridis, Pancasila terletak dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini dibuktikan dengan kata-kata "dengan berdasarkan kepada.." yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

2. Isi Pembukaan UUD 1945
a. Alinea Pertama, merupakan pernyataan hak atas segala bangsa akan kemerdekaan.
b. Alinea Kedua, mengandung pernyataan tentang berhasilnya perjuangan pergerakan kemerdekaan rakyat Indonesia.
c. Alinea Ketiga, merupakan pernyataan kemerdekaan rakyat Indonesia.
d. Alinea Keempat, mengikrarkan pernyataan pembentukan pemerintahan Negara dengan dasar Pancasila.
3. Pokok - Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945, meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia dan mewujudkan cita-cita hukum (tertulis dan tidak tertulis)
4. Maksud / Tujuan Pembukaan UUD 1945
a. Mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan kemerdekaan sudah selayaknya.
b. Menetapkan cita-cita bangsa yang ingin dicapai dengan kemerdekaannya.
c. Menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan menjadi permulaan dan dasar hidup kebangsaan dan hidup seluruh rakyat Indonesia.
d. Melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan dasar-dasar tertentu.
5. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Undang – Undang Dasar
1. Bagian pertama, kedua dan ketiga merupakan serangkaian pernyataan tentang keadaan dan peristiwa yang mendahului terbentuknya Negara Indonesia
2. Bagian keempat merupakan pernyataan mengenai keadaan setelah Negara Indonesia ada, dan mempunyai hubungan kausal dan organis dengan batang tubuh UUD.

6. Hakekat dan Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 menurut hakekatnya merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental dan staatsfundamentalnorm, dan berkedudukan dua terhadap tertib hukum Indonesia, yaitu sebagai dasar tertib hukum Indonesia dan ketentuan hukum yang tertinggi. Kedudukan yang tetap, kuat dan tak bisa diubah ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi formal dan segi material.

7. Terpisahnya Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 terpisah dengan Batang Tubuh UUD 1945 dan kedudukan serta hakekatnya lebih tinggi derajatnya dari Batang Tubuh UUD 1945.

8. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, tidak hanya menjelaskan dan menegaskan tetapi juga mempertanggungjawabkan Proklamasi.

DINAMIKA UUD

1. Isi Materi UUD 1945, merupakan penjelmaan empat pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, sebagai pancaran dari Pancasila.
2. PelaksanaanUUD 1945
1. Masa Awal Kemerdekaan (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)

Sejak disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD 1945 belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.

2. Masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Sejak diberlakukannya UUD KRIS maka Indonesia menjadi Negara federal, kemudian diselenggarakan Pemilu untuk memilih anggota konstituante yang dilantik oleh presiden pada tanggal 10 November 1956. Namun badan konstituante gagal membuat undang-undang baru, sehingga keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

3. Masa Orde Lama

Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945. Pada masa orde lama banyak pula terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan. Sistem pemerintahan dijalankan tidak sesuai dengan UUD 1945 itu sendiri.

4. Masa Orde Baru

Setelah ORLA runtuh, terbentuk pemerintahan baru yang diberi nama ORBA (Orde Baru). Tekad ORBA ialah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

5. Masa Orde Reformasi

Orde baru seolah memabukan perubahanUUD 1945, tetapi sebaliknya Orde Reformasi memandang sangat perlu perubahan UUD 1945 dalam bentuk amandemen untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. 


3. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

Sejak Mei 1998 bangsa Indonesia bertekad mereformasi berbagai bidang kehidupan kenegaraan. Salah satunya adalah reformasi hukum dan sebagai realisasi dari reformasi hukum itu adalah perubahan terhadap pasal-pasal di dalam UUD 1945 


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

1. Konsep-Konsep Dasar Filsafat
Dalam konteks mempelajari Pancasila dalam perspektif filfasat berarti upaya mengkaji secara kritis semua pernyataan-pernyataan tentang Pancasila, sehingga diperoleh kebenaran koherensi, korespondensi, pragmatisme tentang Pancasila.

2. Metode Filsafat Pancasila
Notonegoro mengatakan untuk menemukan kebenaran hakiki Pancasila dapat digunakan metode analitico syntetik, yang merupakan metode gabungan antara analisa dan syntetik.

3. Berbagai Pengetahuan tentang Pancasila
o Kata tanya "bagaimana" untuk memperoleh pengetahuan (kebenaran) yang bersifat deskriptif.
o Kata tanya "mengapa" digunakan untuk menemukan pengetahuan (kebenaran) yang bersifat kausal, yang memberikan jawaban tentang sebab dan akibat.
o Kata tanya "kemana" untuk memperoleh pengetahuan normatif.
o Kata tanya "apa" untuk memperoleh pengetahuan essensial.

4. Pancasila sebagai Paham Filsafat
Pancasila merupakan consensus filsafat yang akan melandasi dan memberikan arah bagi sikap dan cara hidup bangsa Indonesia. 

Pancasila Sebagai Sistem Nilai

1. Pengertian Nilai
Nilai pada hakekatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Jadi, bukan objek itu sendiri yang dinamakan nilai.

2. Macam – Macam Nilai
Nilai dasar dijabarkan lebih lanjut oleh dengan cara interpretasi menjadi nilai instrumental. Rumusan nilai instrumental ini masih berupa rumusan umum yang berwujud norma-norma. Nilai instrumental ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam nilai prakris, yang berwujud indicator-indikator yang sifatnya sangat konkrit berkaitan suatu bidang dalam kehidupan.

Dalam konteks hidup bernegara, maka Pancasila sebagai dasar Negara dan asas kerohanian Negara merupakan nilai dasar. Nilai dasar ini dijabarkan lebih lanjut dalam nilai instrumental, yaitu berupa UUD'45 sebagai hukum dasar tertulis.

3. Sistem Nilai dalam Pancasila
Nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, dasar, serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan kenegaraan.

4. Bentuk dan Susunan Pancasila.
Bentuk Pancasila di dalam pengertian ini diartikan sebagai rumusan Pancasila sebagaimana tercantum di dalam alinea IV Pembukaan UUD'45. Pancasila sebagai suatu sistem nilai disusun berdasarkan urutan logis keberadaan unsur-unsurnya. Susunan sila-sila Pancasila merupakan kesatuan yang organis, satu sama lain membentuk suatu system yang disebut dengan istilah "Majemuk Tunggal". 

Pancasila sebagai satu kesatuan system nilai, juga membawa implikasi bahwa antara sila yang satu dengan sila yang lain saling mengkualifikasi. Hal ini berarti bahwa antara sila yang satu dengan yang lain, saling memberi kualitas, memberi bobot isi. 

Pancasila Sebagai Ideologi Negara

1. Pengertian Ideologi
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara.

2. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideology terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh kareanya ideology tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan, dijabarkan melalui penafsiran yang sesuai dengan konteks jaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki ideologi-ideologi idealitas, normative dan realities.

3. Perbandingan antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila
a. Liberalisme
Jika dibandingkan dengan ideology Pancasila yang secara khusus norma-normanya terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945, tetapi Pancasila menolak liberalisme sebagai ideology yang bersifat absolutisasi dan determinisme. 

b. Ideologi Komunis
Ideologi komunisme bersifat absolutisasi dan determinisme, karena memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan individu, hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam Negara komunis. Manusia dianggap sebagai "sekrup" dalam sebuah kolektivitas.

c. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai Ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Pancasila bertitik tolak dari pandangan bahwa secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam aktualisasinya. 


Makna Sila-Sila Pancasila 
1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh penciptanya. Pencipta itu adalah kausa prima yang mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.

2. Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Manusia ditempatkan sesuai dengan harkatnya. Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan hukum. Sejalan dengan sifat universal bahwa kemanusiaan itu dimiliki oleh semua bangsa, maka hal itupun juga kita terapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sesuai dengan hal itu, hak kebebasan dan kemerdekaan dijunjung tinggi.

3. Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
Makna persatuan hakekatnya adalah satu, yang artinya bulat, tidak terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Oleh karena rasa satu yang sedemikian kuatnya, maka timbulah rasa cinta bangsa dan tanah air.

4. Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Perbedaan secara umum demokrasi di barat dan di Indonesia yaitu terletak pada permusyawarata. Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara bulat. Kebijaksaan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak.

5. Arti dan Makna Sila Keadila Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain. Jadi seseorang bertindak adil apabila dia memberikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan haknya. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat. 

6. Pentingnya Paradigma dalam Pembangunan
Pembangunan yang sedang digalakkan memerlukan paradigma, suatu kerangka berpikir atau suatu model mengenai bagaimana hal-hal yang sangat esensial dilakukan. Pembangunan dalam perspektif Pancasila adalah pembangunan yang sarat muatan nilai yang berfungsi menajdi dasar pengembangan visi dan menjadi referensi kritik terhadap pelaksanaan pembangunan.

7. Pancasila sebagai Orientasi dan Kerangka Acuan
a. Pancasila sebagai Orientasi Pembangunan
Pada saat ini Pancasila lebih banyak dihadapkan pada tantangan berbagai varian kapitalisme daripada komunisme atau sosialisme. Ini disebabkan perkembangan kapitalisme yang bersifat global. Fungsi Pancasila ialah memberi orientasi untuk terbentuknya struktur kehidupan social-politik dan ekonomi yang manusiawi, demokratis dan adil bagi seluruh rakyat.
b. Pancasila sebagai Kerangka Acuan Pembangunan

Pancasila diharapkan dapat menjadi matriks atau kerangka referensi untuk membangun suatu model masyarakat atau untuk memperbaharui tatanan social budaya.

Implementasi Pancasila sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang adalah :
1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pendidikan
Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Tak seyogyanya bagi penyelesaian-penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional dipergunakan secara langsung system-sistem aliran-aliran ajaran, teori, filsafat dan praktek pendidikan berasal dari luar.

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi
Pengembangan Pancasila sebagai ideologi yang memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibilitas menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.

3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Ada perkembangan baru yang menarik berhubung dengan dasar Negara kita. Dengan kelima prinsipnya Pancasila memang menjadi dasar yang cukup integrative bagi kelompok-kelompok politik yang cukup heterogen dalam sejarah Indonesia modern.

4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi nasional harus juga berarti pembangunan system ekonomi yang kita anggap paling cocok bagi bangsa Indonesia. Dalam penyusunan system ekonomi nasional yang tangguh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sudah semestinya Pancasila sebagai landasan filosofisnya.

5. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial-Budaya
Pancasila merupakan suatu kerangka di dalam suatu kelompok di dalam masyarakat dapat hidup bersama, bekerja bersama di dalam suatu dialog karya yang terus menerus guna membangun suatu masa depan bersama

6. Pancasila sebagai Paradigma Ketahanan Sosial
Perangkat nilai pada bangsa yang satu berbeda dengan perangkat nilai pada bangsa lain. Bagi bangsa Indonesia, perangkat nilai itu adalah Pancasila. Kaitan Pancasila dan ketahanan nasional adalah kaitan antara ide yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersamaan dan realitas terintegrasinya pluralitas.

7. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Pembangunan hukum bukan hanya memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang terkandung dalam Negara hukum, tetapi juga mempertimbangkan realitas penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat.

8. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya sebagai suatu keniscayaan.

9. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya.